beritanusantara.co.id   »   Sejarah dan Budaya

Sarongsong, Negeri Legenda yang Hilang (2)

Oleh: Adrianus Kojongian (adrianuskojongian.blogspot.co.id)

Donny Turang 13 December 2016, 14:54


Asal nama Sarongsong tersebut telah tercetus sejak para leluhur awal membangunnya, dari sinarongsongan, berarti pancuran air, bahkan dari nama Dotu Sumarangsang pula. Soal sinarongsongan, ada kisah rakyat yang lain, timbul pula dari pancuran padi (sinarongsongan um wene). Kisah mana dikaitkan dengan pencurian dan baku barter benda sakti negeri bernama Kelana Mahuang dengan tanaman padi oleh orang kalahwakan (dunia tengah), yakni para Opo.

SARONGSONG BARU Seperti nasib kota-kota tua lain di Tomohon, Tulau dan Amian-Nimawanua, lokasi pemukiman Sarongsong lama, hancur ketika gempabumi bulan Februari 1845. Dikisah sejumlah tetua Sarongsong, mantan Patih Arie M.Mandagi dan Joutje Kambey, gempabumi berlangsung selama sembilan hari terus-menerus, baik siang dan malam. Penduduk sengsara sekali. Rumah-rumah besar dan bertiang tinggi roboh. Mereka ada yang lari mengungsi. Untuk memasak mereka terpaksa menggunakan bambu (lulut) dan minum pun memakai zaun dari bambu.

Setelah keadaan mulai reda, dan dianjurkan Belanda, maka Sarongsong yang ketika itu diperintah Kepala Balak Mayoor Waworuntu (dibaptis Kristen oleh Ds.L.J.van Rhijn tanggal 11 April 1847, memakai nama Herman Carl Wawo-Roentoe) meninggalkan negeri lama, pindah dekat jalan umum yang waktu itu telah dibuka beralas batu oleh Gubernemen Belanda. Tanggal 1 Januari 1846 dibawah pimpinan Kepala Balak Waworuntu dan wakilnya Kumarua (Hukum Kedua) bernama Kalalo,penduduk pindah menuju ke tempat barunya.

Dikisahkan, sebelumnya, sesuai tradisi leluhur diadakan foso negeri, yakni Tumalinga si Kooko� (mendengar burung), dengan Menengoh dalam tarian Maengket. Di Watu Lelepouan, di bawah sebatang pohon Tumatangtang, sekarang kurang lebih 200 meter dari gedung Gereja GMIM �Syalom� Tumatangtang, dilaksanakan upacara pendirian Sarongsong baru.

Burung Manguni menyahut dan memberi pertanda bagus. Burung tersebut lalu terbang diikuti rombongan penduduk. Awalnya, konon, burung itu bertengger di pohon Lansot (langsat). Lalu terbang ke arah selatan, hinggap di pohon Tumatangtang. Kemudian, ke pohon Koror, singgah (Pinangkeian), dan terbang terus ke ujung (Kapoya). Maka, segera berdiri lima negeri baru dalam Balak Sarongsong, setelah dilengkapkan segala foso negeri dan kelengkapannya.

Lima negeri baru ini, masing-masing: Lansot, Tumatangtang. Koror, Pinangkeian dan Kapoya. Ke lima negeri inilah yang membentuk ibukota Balak lalu Distrik Sarongsong hingga tahun 1881, ketika Kepala Distrik Mayoor Zacharias Waworuntu diberhentikan, dan Sarongsong digabungkan dengan Distrik Tomohon, menjadi Distrik Tomohon- Sarongsong. Sarongsong tinggal diperintah seorang Hukum Kedua, sampai benar-benar dihilangkan tahun 1908, ketika distrik gabungan tersebut dihapus, tertinggal nama sebagai Distrik Tomohon saja.

Meski demikian, pemindahan Sarongsong dari Tulau-Amian-Nimawanua diduga telah berlangsung sejak awal abad ke-19, diawali Tumatangtang. Salah seorang tokoh Sarongsong terkenal di tahun 1820-an dan 1830-an adalah Kapitein Mandagi yang ketika meninggal diwarugakan di dekat rumahnya di Tumatangtang. (bersambung)

foto caption: Hukum Majoor Kepala Lontoh TUunan Mandagi



Berita Terkini

20 April 2017

Advertorial