Bersalahkah Sopir yang Menabrak Pejalan Kaki yang Menyeberang Tiba-tiba?
Donny Turang 9 February 2017, 23:58Misalnya terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas antara sebuah bus dengan seorang pejalan kaki. Kronologi: 1. Sebuah bus sedang melaju di jalan raya. 2. Tiba-tiba seorang pejalan kaki memotong jalan/menyeberang tanpa memperhatikan kendaraan dari arah manapun yang mengakibatkan ia tertabrak. 3. Menurut pengakuan para saksi, pejalan kaki yang bersalah. Apakah dalam hal ini sopir bus dapat dituntut sedangkan ia tidak bersalah?
Jawaban:
Flora Dianti, S.H., M.H.
Mengenai bersalah atau tidak bersalah, merupakan hal yang harus dibuktikan di depan pengadilan. Pengadilan yang akan memutuskan apakah si tersangka/terdakwa memenuhi unsur dalam melakukan tindak pidana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum.
Biasanya untuk kecelakaan yang mengakibatkan kematian, Jaksa Penuntut Umum biasanya mengenakan Pasal 359 KUHP, yang menyatakan sebagai berikut:
�Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana paling lama 5 tahun atau pidana paling lama satu tahun.�
Jika orang lain yang menjadi korban kecelakaan tidak mengalami kematian maka akan dikenakan Pasal 360 KUHP, dengan ancaman yang sama.
Berdasarkan hal di atas, maka perlu dibuktikan apakah:
1. Pelaku memang lalai?
2. Kelalaian pelaku mengakibatkan orang lain mati/luka?
Dalam kasus yang Saudara tanyakan, maka harus dibuktikan apakah si sopir bus dalam melaksanakan pekerjaannya (menyetir bus) sudah melaksanakan pekerjaannya dengan hati-hati? Misalnya, mematuhi rambu-rambu lalu lintas, menjalankan bus dengan kecepatan yang diatur oleh Undang-Undang, mengendarai bus yang laik pakai, memuat penumpang tidak melebihi kapasitas, dan menyopir tidak dalam keadaan mengantuk/mabuk atau tidak menelpon/melakukan komunikasi dalam keadaan menyetir.
Jika memang dapat dibuktikan bahwa pelaku tidak lalai, dalam arti tidak memenuhi unsur kealpaan, maka pelaku tidak dapat dipersalahkan. Tentu saja hal tersebut dibuktikan dengan alat bukti yang sah, dan memenuhi syarat minimal pembuktian. Artinya, pembuktian tersebut tidak boleh hanya didapat dari keterangan yang diberikan oleh sopir bus sebagai tersangka/terdakwa, tetapi dari alat bukti lain sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, misalnya surat keterangan dokter (alat bukti surat), keterangan saksi atau keterangan ahli.
Demikian jawaban dari Saya, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Sumber: hukumonline.com