Bahas �Hoax�, Semuel Pangerapan Surati Facebook dan Twitter
Dewan Pers siapkan barcode bagi media terverifikasi
Donny Turang 13 January 2017, 02:14JAKARTA, beritanusantara.co.id - Semual Abrijani Pangerapan yang kini menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), mengatakan dirinya telah menyurati Facebook dan Twitter untuk bertemu membahas penanganan berita palsu atau hoax.
"Sudah disurati, sudah diterima (Facebook dan Twitter), masih diatur, mereka juga waktunya masih diatur. Dalam waktu dekat, diharapkan akhir Januari atau awal Februari bisa bertemu," kata Semuel di Jakarta, Senin 09 Januari 2017.
Disebut Semuel Pangerapan, hoax juga merupakan masalah bagi dua perusahaan media sosial tersebut. Untuk itu, ia menyakini, upaya untuk menangani masalah hoax akan disambut positif.
"Masalah ini kan buat mereka juga mengganggu kan, mereka perlu juga bantuan, kalau dibantu kan senang juga, kalau di tempatnya dia penuh hoax kan juga nggak ada yang mau kan," katanya.
Sanksi denda
Sebelumnya, Semuel mengatakan, kementerian terinspirasi dengan berita terkait upaya Jerman untuk menangani hoax di Facebook. Pemerintah Jerman mengumumkan akan memberikan denda sebesar 500.000 euro kepada Facebook untuk setiap berita palsu yang beredar di platform tersebut.
Dikatakannya lagi, platform media sosial seperti Facebook dan Twitter tetap harus bertanggung jawab terhadap penyebaran berita-berita palsu tersebut. Hal ini telah sesuai dengan UU ITE.
Semuel Pangerapan menambahkan, pihaknya akan membuat regulasi guna menangani hoax di Facebook, Twitter maupun media sosial lainnya.
SIAPKAN BARCODE
Dewan Pers sebagai lembaga yang memiliki otoritas terhadap aktivitas jurnalistik di Indonesia telah menyiapkan Barcode yang akan dipasang di samping logo media cetak dan online, sebaai tanda bahwa meid atersebut telah terverifikasi.
Tak hanya Barcode, Dewan Pers juga sedang menyiapkan jingle khusus yang sebagai tanda bagi media televisi dan radio yang terverifikasi.
"Dewan Pers sedang merancang jingle untuk bumper in dan bumper out sebagai simbol media televisi dan radio yang terverifikasi," ujar Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 10 Januari 2017.
Seperti dikutip CNN Indonesia, pria yang akrab disapa Stanley itu menyebut rencana itu untuk mengakali sistem verifikasi serupa di media cetak dan online. Pada Hari Pers Nasional, 9 Februari nanti, Dewan Pers bakal mendeklarasikan sistem verifikasi barcode untuk media cetak dan online.
Barcode yang dimaksud oleh Dewan Pers tidak berbentuk barcode biasa, melain berwujud QR code. QR code ini akan ditemani simbol khusus sebagai bukti sebuah media yang lulus kaidah dan kode etik jurnalistik.
Stanley menuturkan, untuk mengecek kompetensi suatu media, masyarakat cukup mengarahkan kamera ponsel mereka untuk memindai QR code tadi. Hasil pemindaian akan mengarahkan mereka ke database Dewan Pers yang menerangkan status media tersebut.
"Silakan media abal-abal terbit tapi nantinya bakal ada seleksi alam dari publik yang bisa mengeceknya," imbuh Stanley.
Penyebaran konten hoax dan berita palsu oleh media abal ini tak hanya merugikan masyarakat sebagai konsumen informasi, namun juga pemerintah dan lembaga pers. Stanley menilai masyarakat kerap kesulitan membedakan antara media terpercaya dengan media imitasi yang belum terdaftar dan tidak memenuhi kaidah jurnalistik semestinya.
Ditemui di tempat yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan kementeriannya sejauh ini mendeteksi 43 ribu situs web yang berisikan hoax. Jumlah itu belum termasuk dari konten hoax yang beredar di media sosial dan aplikasi percakapan seperti WhatsApp.
Menghadapi jumlah semasif itu, Rudiantara tidak berniat terus-terusan melakukan blokir.
"Kita lebih berfokus menghentikan informasi dengan partisipasi publik. Jadi alih-alih blokir, kita anik ke hulu," kata Rudiantara.
Lebih jauh, Rudiantara juga berencana menggandeng Over The Top raksasa dunia seperti Google, Facebook, dan Twitter perihal upaya penapisan.
"Facebook mau datang, kita minta mereka lebih kooperatif untuk lakukan penapisan. Kita panggil yang dari luar dulu. Google dan Twitter sudah ada di sini jadi lebih gampang," terang Rudiantara.
Meski demikian, Rudiantara belum mau mengurai detail kerja sama penapisan dengan ketiga perusahaan tadi. (bentara)
Sumber: beritasatu.com/solusinews.com/progressnews.com