beritanusantara.co.id   »   Informasi Sulawesi Utara   »   Hukum dan Kriminal

Presiden Tolak Ringankan Syarat Remisi Koruptor

Donny Turang 25 September 2016, 02:15


JAKARTA, beritanusantara.co.id - Kendati belum menerima rancangan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No 32 tahun 1999 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan dan Pemasyarakatan, namun Presiden Joko Widodo alias Jokowi di hadapan 22 pakar hukum, dengan tegas memastikan akan menolak revisi aturan yang digadang-gadang meringankan syarat pemberian remisi untuk terpidana kasus korupsi.

"Mungkin saya sampaikan sekalian mengenai revisi, misalnya revisi PP 99 tahun 2012 sampai sekarang juga belum sampai ke meja saya. tapi kalau sampai ke meja saya akan saya sampaikan, saya dikembalikan saya pastikan" kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/9/16).

Bahkan, mantan Gubernur DKI Jakarta ini memastikan akan mengembalikan rancangan revisi PP itu walaupun belum mengetahui isinya. Sebab, sudah membaca isinya secara sekilas dari pemberitaan di media cetak.

Sikap Jokowi tersebut sedikit berbeda dengan sikap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK). Ketika ditanyakan mengenai revisi tersebut, meskipun menganggap bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa, JK secara tidak langsung mengungkapkan bahwa narapidana kasus korupsi juga berhak mendapatkan perlakuan yang sama dengan narapidana kasus pidana lainnya, yaitu mendapatkan remisi atau pengurangan hukuman.

"Jadi, kita lihat dari sisi kemanusiaan. Kalau dia (narapidana korupsi) tobat dan berkelakuan baik, makin baik dia punya perilaku, ya bukan lihat lagi dari sisi apa yang dia buat, karena ringan-beratnya hukuman kan sudah ada Undang-Undang (UU) nya, sudah ada pengadilannya," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (12/8/16).

Menurut JK, harus dipisahkan antara hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan karena perbuatan korupsi dengan pengurangan masa hukuman yang diberikan karena menunjukan kelakuan baik saat menjalani masa hukuman di penjara.

"Coba ada (narapidana korupsi) yang (dihukum) 10 tahun, 11 tahun, 12 tahun (penjara). Di situ pemerintah dan beberapa pihak memikirkan pemikiran itu, bahwa kalau sudah dia di dalam dipenjara kewenangannya ada di pihak kehakiman yang melihat tingkah laku dan bukan lagi apa yang dia buat. Karena apa yang dia buat itu, ada di tahun hukumannya. Contohnya, kalau korupsinya mungkin Rp 50 juta, (sudah dijatuhi hukuman) setahun sampai dua tahun. Kalau Rp 10 miliar 10 tahun, kan disitu letak hukumannya perbedaaannya. Tetapi setelah itu, ya perilaku (yang dilihat)," paparnya.

Apalagi, JK mengatakan bahwa remisi sebenarnya dimaksudkan agar para narapidana memperlihatkan sikap disiplin dan bertobat dari sisi moral, ataupun menunjukkan kelakuan yang lebih baik sehingga siap kembali ke masyarakat jika masa hukumannya sudah habis.

Seperti pernah diberitakan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemKumHam) tengah merevisi PP No.99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan dan Pemasyarakatan. Dengan poin revisi, menghapus ketentuan Justice Collabolator (JC) sebagai syarat mendapatkan remisi, sehingga dinilai mempermudah narapidana korupsi mendapatkan remisi. Sebab, syarat yang tersisa hanyalah berkelakuan baik dan telah menjalani 1/3 masa hukumannya.

Namun, sejumlah pihak yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi menolak revisi tersebut karena dianggap bertentangan dengan upaya penegakan hukum yang bertujuan menimbulkan efek jera. Salah penolakan datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sumber: suarapembaruan.com/benderanews.com



Berita Terkini

20 April 2017

Advertorial