beritanusantara.co.id   »   Daerah di Sulawesi Utara   »   Kota Bitung

Industri Perikanan Bitung kian Terpuruk, Presiden Diminta Turun Tangan

Donny Turang 19 September 2016, 02:46


JAKARTA, beritanusantara.co.id - Kini ada situasi yang tidak kondusif dialami kalangan dunia industri perikanan dan kelautan di Indonesia.

Salah satunya, ialah, implementasi penerapan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Penerapannya dinilai lambat dan telah menciptakan kerugian material dan ketidakpastian berusaha di Indonesia.

Oleh karena itu Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan mengatasi persoalan yang telah merugikan industri kelautan dan perikanan nasional.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Gappindo, Herwindo dalam siaran persnya, di Jakarta, Sabtu (17/9/16) kemarin. �Kami meminta dengan sangat agar Presiden Jokowi turun tangan mengatasi masalah yang telah merugikan dunia usaha sektor kelautan dan perikanan, selama hampir dua tahun terakhir,� ujarnya.

Tidak peduli

Ia mencontohkan, berdasarkan hasil analisa dan evaluasi (Anev) yang diterbitkan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), terdapat banyak kesalahan dilakukan tiga perusahaan perikanan nasional.

Namun, menurutnya, hasil tersebut sama sekali tidak ditindaklanjuti secara hukum selama hampir dua tahun. Akibatnya, ketiga perusahaan tersebut mengalami kerugian sangat besar mencapai ratusan miliar rupiah.

�Kerugiannya tidak main-main, mencapai ratusan miliar rupiah selama hampir dua tahun. Kementerian Kelautan dan Perikanan sama sekali tidak perduli dengan kebijakan mereka yang jelas-jelas telah merugikan sektor kelautan dan perikanan nasional,� keluhnya.

Dicari-cari

Disebut Herwindo, jika ketiga perusahaan tersebut benar melakukan kesalahan fatal, seharusnya tindakan hukum harus dilakukan. Sehingga jelas bagi perusahaan tersebut untuk melakukan tindakan antisipasi mengurangi dampak kerugian.

�Jadi terlihat sekali bahwa kesalahan yang diangkat oleh Satgas 115 melalui anev-nya adalah kesalahan yang dicari-cari. Tindakan pembiaran seperti ini tidak dibenarkan di negara manapun. Perusahaan jadi mengalami kerugian yang tidak seharusnya,� papar dia.

Selain kerugian materi, jelasnya, tindakan pembiaran itu juga akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sebanyak 5.000 karyawan dari ketiga perusahaan tersebut.

Intinya, demikian Herwindo, ketidakhadiran pemerintah dalam masalah ini telah berakibat kerugian besar dan ketidakpastian iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan nasional. Salah satunya ialah dengan stok ikan sebanyak 5.000 ton yang sudah tertahan selama dua tahun terakhir.

�Kami meminta dengan hormat agar Presiden Jokowi turun tangan membantu mengatasi masalah ini. Karena pembantunya presiden justru yang memperkeruh permasalahan seperti ini. Jika memang perusahaan-perusahaan itu benar-benar melakukan pelanggaran dan kesalahan fatal, segera berikan sanksi hukum. Jangan malah dikatung-katung seperti ini. Dampaknya akan sangat merugikan Indonesia nantinya di mata dunia internasional,� terang Herwindo.

Bahkan seharusnya, menurutnya, pemerintah harus memainkan peran pembinaan kepada perusahaan yang melakukan seperti ini. Sehingga perusahaan tersebut bisa memperbaiki kesalahannya. Selain itu, lanjut dia, saat ini masih ada stok hasil laut yang berada di dalam pendingin dan kini telah berusia 22 bulan.

�Kalau stok hasil laut yang sudah berusia 22 bulan itu tidak segera dimanfaatkan, maka kerugian akan semakin besar,� paparnya.

Ia menambahkan, ketiga perusahaan yang dianggap bermasalah itu merupakan perusahaan papan atas yang tidak mungkin mempertaruhkan reputasi untuk kesalahan seperti yang disampaikan Satgas 115.

Bitung hancur

Sementara itu, kalangan dunia industri perikanan dan kelautan termasuk kalangan mayoritas nelayan di Kota Bitung, Sulawesi Utara (salah satu sentra pengembangan perikanan dan kelautan nasional, Red), kini menuju kehancuran total akibat berbagai kebijakan KKP yang tidak berdasar fakta sebenar-benarnya di lapangan.

"Sektor perikanan dan kelautan atau ekonomi kemaritiman secara kesuluruhan merupakan sumber pendapat utama bagi masyarakat serta Pemerintah Kota Bitung. Setelah adanya berbagai aturan yang dirasa kurang mengadopsi situasi regional, berakibat fatal bagi ekonomi Kota Bitung yang semakin terpuruk," ujar Walikota Bitung, Max Lomban, ketika berpidato pada sebuah acara yang dihadiri Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya pekan lalu.

Pernyataan Walikota Bitung ini didukung oleh Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Bitung, Iten Kojongian yang mengungkapkan, sebenarnya bukan hanya terpuruk, tetapi ekonomi regional Bitung dan Sulut bahkan Indonesia Timur menuju kehancuran akibat situasi tersebut di atas.

Iten Kojongian yang juga Ketua DPC Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) Kota Bitung pun mendukung sikap Gappindo yang mengharapkan Presiden Jokowi turun tangan, karena adanya ketidakberesan dalam penerapan berbagai kebijakan di sektor perikanan dan kelautan dua tahun belakangan ini, sehingga berakibat situasi ekonomi regional di Bitung stagnan, bahkan menuju kehancuran.

"Lambannya penerapan Inpres Nomor 7 dan masih seringnya pihak KKP menggunakan sejumlah aturan selevel Peraturan Menteri (Permen) sebagai 'senjata' telah membuat situasi ekonomi nelayan dan kota kami benar-benar hancur. Cek saja jumlah pabrik yang tak beroperasi, atau hanya beroperasi dengan kapasitas sangat terbatas sekedar memenuhi bayar pajak dan makan pengelola. Lebih dari itu, banyak yang tutup total, berdampak pada terciptanya pengangguran yang kini telah mencapai lebih dari 10.000 buruh. Belum lagi dengan para pekerja di laut termasuk nelayan yang kehilangan mata pencaharian sekitar 20.000-an," demikian Iten Kojongian.

Sumber: benderanews.com



Berita Terkini

20 April 2017

Advertorial