beritanusantara.co.id   »   Nasional

Jonan Cabut Izin Produksi Tambang PT MMP di Pulau Bangka, Langkah Selanjutnya?

Donny Turang 11 April 2017, 13:44


LINGKUNGAN - Alat berat terus bekerja buat reklamasi pantai di Pulau Bangka. Ini foto diambil 3 maret 2015 oleh Save Bangka Island. Katanya, pemerintah sudah menghentikan operasi, kok masih berjalan? (Foto: Save Bangka Island)

SETELAH Pengadilan berkirim surat mempertanyakan eksekusi putusan, akhirnya, Kamis 23 Maret 2017, Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan surat pencabutan izin produksi tambang PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka, Sulawesi Utara.

Lewat Surat Keputusan Nomor 1361K/2017 ini, Menteri juga mewajibkan MMP melaksanakan seluruh kewajiban yang belum diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban itu dinyatakan terpenuhi setelah mendapat persetujuan menteri.

Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa menyambut gembira keputusan itu. Warga pulau Bangka, katanya, berterima kasih pada semua yang selama ini mendukung perjuangan mereka.

“Praise the Lord,” katanya ketika dihubungi Mongabay, pekan lalu. “Pak Neha (warga pulau Bangka) kebetulan ada di Manado. Dia sudah tahu dan senang sekali dengan berita ini.”

Dia berharap, pemerintah provinsi tak mengeluarkan izin baru pada MMP ataupun persusahaan lain yang ingin merusak Pulau Bangka dan pulau-pulau kecil lain di Indonesia.

Jull mendesak perusahaan maupun pemerintah, bertanggung jawab atas kerugian materiil dan imateriil, dampak kerusakan lingkungan di Bangka. “Hukum harus ditegakkan. Pemerintah harus konsisten, jangan bertele-tele karena kepentingan politik,” katanya.

Maria Taramen, aktivis Tunas Hijau mengatakan, pencabutan izin tambang tak bisa lepas dari semangat, persatuan dan kepatuhan hukum masyarakat dalam menuntut keadilan.

Dia berhaerap, Kepmen ini, mengakhiri upaya berbagai pihak yang coba mengambil untung dengan eksploitasi Bangka. Pemerintah provinsi, katanya, harus segera mengimplementasikan putusan.

“Semoga Kepmen ini menjadi tonggak sejarah bagi perjuangan masyarakat yang menghadapi kasus serupa di berbagai tempat di Indonesia.”

Kemenangan beruntun

Sejak awal, warga pulau Bangka menolak kehadiran MMP. Penolakan melalui pembentangan spanduk anti tambang di rumah-rumah warga di Pulau Bangka, unjuk rasa di Manado hingga Jakarta, serta membuat petisi online.

Mereka menilai, pulau ini jadi pertambangan, tak sesuai UU 27 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. UU itu melarang pertambangan di pulau-pulau kecil.

Warga khawatir, kehadiran perusahaan akan menggusur ruang hidup ruang produksi, serta alat memiskinkan mereka. Pulau hanya sekitar 4.800 hektar ini, hampir setengahnya atau sekitar 2.000 hektar akan jadi pertambangan.

Sebagai bentuk perlawanan, warga berkali-kali menempuh langkah hukum. Jika dirunut, sejak 2013, Mahkamah Agung telah memenangkan gugatan warga yang menolak tambang.

Kepmen itu menyatakan, dengan pencabutan izin, seluruh wilayah IPU MMP, 2000 hektar, dikembalikan kepada pemerintah.

Tetap berpeluang jadi tambang?

Meski Kepmen itu mencabut IUP operasi produksi MMP, bukan berarti Menteri ESDM menutup peluang menjadikan Pulau Bangka wilayah pertambangan.

Dalam diktum kedua Kepmen itu menyebut, Bangka masih dapat jadi wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) atau wilayah izin isaha pertambangan khusus (WIUPK), atau dapat diusulkan jadi wilayah pencadangan negara (WPN) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan diktum itu, Merah Johansyah Ismail, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendesak pemerintah provinsi tak lagi jadikan Bangka wilayah pertambangan.

“Kembalikan pada negara, itu sudah betul, tak usah lagi jadi pertambangan,” katanya.

Kepmen itu, bentuk eksekusi perintah pengadilan, yang menyatakan izin tambang cacat dan tidak bisa diteruskan.

Ada beberapa penilaian, katanya, kalau jadikan pulau kecil sebagai pertambangan bertentangan dengan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Pulau-pulau kecil lebih rentan dampak perubahan iklim. Jadi, kalau pemerintah punya komitmen menangani dampak perubahan iklim, maka langkah yang harus dilakukan adalah dengan mencabut izin-izin pertambangan di pulau kecil.

Jatam juga mendesak Kementerian Kelautan dan Periknanan maupun Kementarian Lingkungan Hidup dan Kehutanan audit dan pemulihan kerusakan lingkungan Bangka. Kepmen ini, tak serta merta menghilangkan tanggung jawab revitalisasi dan pemulihan KESDM.

Pulihkan lingkungan

Surat ini diterima Jatam, sebagai salah satu Koalisi Save Bangka Island yang mendampingi warga dalam proses hukum, pada 30 Maret 2017. “Selanjutnya kita desak pemerintah pulihkan lingkungan,” Melky Nahar, Manajer Kampanye Jatam.

Meskipun dicabut izin produksi, eksplorasi MMP telah merusak lingkungan Bangka. Tugas pemerintah, memastikan dana untuk pemulihan lingkungan.

Koalisi melihat, kasus MMP sebagai gambaran betapa perusahaan dan pemerintah bandel menaati putusan MA. Dari awal proses gugatan, mulai Pengadilan Tinggi Manado hingga MA, warga menang. Ketika proses hukum warga menang, pemerintah harus didesak, baru cabut izin.

“Rakyat korban tenaga, korban waktu. Proses hukum lama, sampai lima tahun, warga keluar banyak uang, pemerintah masa bodoh.”

Kemenangan Pulau Bangka ini, menjadi cermin bagi pulau-pulau kecil lain seperti Pulau Taliabu, Maluku Utara dan Pulau, Maluku Barat Daya yang hadapi kondisi serupa.

“Ini pelajaran penting, bahwa kehadiran pertambangan mesti dilawan oleh rakyat itu sendiri dengan damai, lewat proses hukum.”

Sumber: mongabay.co.id



Berita Terkini

20 April 2017

Advertorial