beritanusantara.co.id   »   Informasi Keberadaan Lingkungan

Kapan Penderitaan Hidup Orangutan Berakhir?

Donny Turang 18 February 2017, 11:44


Nasib tragis kembali menimpa orangutan. 28 Januari 2017, satu individu orangutan dibunuh oleh sekitar 10 pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Susantri Permai di Kapuas, Kalimantan Tengah. Tidak sampai disitu, tubuh orangutan yang dipotong menjadi beberapa bagian tersebut diolah sebagai santapan makanan. Peristiwa memilukan ini mengundang reaksi berbagai pihak.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Adip Gunawan, saat dihubungi Mongabay Jum�at, (17/02/18) mengaku prihatin dan menyesalkan peristiwa tersebut. �Kasus ini sudah masuk ranah hukum dan ditangani Kepolisian. Untuk saksi ahli, akan ada dari BKSDA.�

Adip mengatakan, yang melakukan aksi keji tersebut merupakan oknum pekerja perusahaan. Sebelumnya pada 2014, BKSDA dan PT. Susantri Permai sudah membuat MOU yang isinya mengenai pengendalian kebakaran hutan serta pelestarian satwa liar yang ada di konsesi. Namun, peristiwa ini terjadi.

�MOU bukan untuk saling menyalahkan, posisinya setara. Kalau kita lihat, pelakunya itu oknum. Perusahaan lain juga harus mengantisipasi agar kejadian ini tidak terjadi lagi.�

Menindak lanjuti peristiwa tersebut, Adip mengatakan, KLHK langsung ke lapangan dan membentuk tim, serta bekoordinasi dengan Polda. Reaksi cepat sudah dilakukan hingga sudah ada beberapa orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

�Kita kawal terus kasusnya. Momentum ini kita gunakan untuk sosialisasi kepada seluruh perusahaan HPH dan perkebunan yang di areanya terdapat satwa liar dilindungi undang-undang,� pungkasnya.

Kecaman pegiat lingkungan

CEO BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) Jamartin Sihite, mengutuk keras pembunuhan satu individu orangutan dewasa tersebut. Menurutnya, kejadian ini menambah daftar panjang konflik antara manusia dan orangutan di wilayah perkebunan kelapa sawit. �Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan para pemerhati, untuk terus memantau dan mengawal tuntas proses hukum pelaku.�

Menurutnya, penegakan hukum perlu dilakukan agar kejadian ini tidak terus lagi. �Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari grup kelapa sawit asing yang tergabung dalam RSPO. Kami mengimbau adanya tindakan tegas dari RSPO dan penyuluhan intensif kepada pekerja dan masyarakat sekitar kebun sawit untuk selalu melindungi keberadaan orangutan.�

Monterado Fridman, Koordinator Divisi Komunikasi dan Edukasi BOSF Nyaru Menteng menuturkan, ia mengetahui kejadian tersebut dari laporan masyarakat. Semula ia menahan informasi tersebut, sambil mencari terlebih dahulu kebenarannya. �Namun, merebak dan tersebar di berbagai pemberitaan.�

Hardi Baktiantoro, Principal COP (Centre for Orangutan Protection) mengatakan, kejadian ini erat kaitannya dengan kekejaman. �Murni kriminal, sudah seharusnya para pelaku dijerat UU No 5 tahun 1990, penjara lima tahun dan denda Rp100 juta. Polisi jangan salah fokus, jangan hanya ke pelaku saja.�

Menurut Hardi, terdapat kesalahan dalam proses pemberian izin PT. Susantri Permai. Sebab, tumpang tindih dengan habitat orangutan. PT. Susantri Permai merupakan anak perusahaan Genting Berhad, anggota RSPO, perusahaan supplier dari Wilmar Group. �Wilmar sudah berkomitmen membersihkan diri dari daerah orangutan, termasuk dari supliernya. Langkah KLHK yang langsung turun dan membentuk tim serta kepolisian yang sudah menahan pelaku sudah baik.�

Senada, Deputi Direktur Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) Reynaldo Sembiring mengatakan, kejadian tersebut sangat keji. Seandainya tidak ada laporan masyarakat, mungkin saja tidak diketahui publik. �Saya belum tahu apakah kasus tersebut berada di kawasan konservasi atau tidak. Andai di luar kawasan konservasi pun, KLHK punya kewenangan mencegah terjadinya kejahatan terhadap satwa. Harus ada sanksi yang bisa memberikan efek jera. Tugas penting penyidik adalah mendapatkan data selengkap mungkin.�

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas mengatakan, kasus ini seharusnya ditarik sampai ke perusahaannya, untuk bertanggung jawab. Karena, kejadiannya di lokasi perusahaan yang selama ini menggarap hutan produksi, artinya memang wilayah tersebut merupakan habitat orangutan. �Sejauh ini baru mengarah ke pelaku.�

Rio mengatakan, berdasarkan catatan Walhi Kalteng, PT. Susantri Permai pada 18 Februari 2014 telah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Kapuas. Dalam amar putusannya, PN Kapuas menyatakan, pihak perusahaan bernama Iwan Setia Putra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama membudidayakan tanaman perkebunan tanpa izin. Pidana yang dijatuhkan penjara selama tujuh bulan dan denda Rp.750 juta, dengan ketentuan jika denda tak dibayar maka diganti dengan kurungan penjara tiga bulan.

�Perusahaan ini juga izin pembukaan lahannya pernah dicabut Bupati Kapuas dan sekarang merupakan anggota RSPO (Genting group). Jadi, RSPO harus mengevaluasi kembali keanggotannya.�

Tanggapan RSPO

Direktur RSPO (Roundtable Suistainable Palm Oil) Indonesia Tiur Rumondang mengatakan, pihaknya telah mengetahui dan menyesalkan peristiwa tersebut. Di berbagai pemberitaan, diduga pembunuhan itu terjadi di area PT. Susantri Permai yang merupakan anak perusahaan anggota RSPO yaitu Genting Plantation Berhad.

�Pembunuhan spesies terancam punah merupakan tindakan melawan hukum Indonesia. Tindakan ini juga bertentangan dengan Kode Etik RSPO serta Prinsip dan Kriteria RSPO, yang wajib dipatuhi anggotanya.�

Tiur menegaskan, pihaknya menyikapi serius hal tersebut dan perwakilan RSPO di Indonesia telah menghubungi perusahaan itu. �Sehubungan dengan mekanisme RSPO, kasus ini akan diajukan ke Panel Pengaduan RSPO untuk dipertimbangkan sebagai Kasus Pengaduan.

Lebih lanjut ia mengatakan, pihaknya telah menjadwalkan pertemuan antara perwakilan Genting, RSPO Indonesia yang diwakili oleh tim divisi Impact dan Technical Adviser RSPO Darmawan Liswanto, serta Wakil Komisi IV DPR, 27 Februari nanti. Dalam pertemuan tersebut nantinya akan dibahas hasil investigasi kejadian, konfirmasi lokasi kejadian, serta keterlibatan anggota perusahaan dalam pembunuhan orangutan tersebut.

�Karena kasus ini juga ditangani kepolisian setempat, kami juga ingin memperoleh kronologis kejadian dari kepolisian, termasuk lokasi dan orang-orang yang terlibat.�

Menurutnya, PT. Susantri Permai telah melaksanakan proses Prosedur Penanaman Baru RSPO (New Planting Procedures/NPP) pada 2014, yang dipublikasikan di situs RSPO pada 25 Juni 2014 dan telah melalui masa 30 hari untuk konsultasi publik sesuai prosedur.

�Kami dengan tegas mendorong para anggota untuk mematuhi Kode Etik RSPO serta Prinsip dan Kriteria ke seluruh bagian organisasinya. Pelaksanaan sertifikasi perkebunan milik anggota RSPO merupakan cara terbaik untuk memastikan praktik berkelanjutan diimplementasikan di lapangan.�

Pelepasliaran

Di tengah kabar buruk mengenai kehidupan orangutan tersebut, Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS) kembali melepasliarkan orangutan dari Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Sebanyak 12 individu orangutan (8 betina dan 4 jantan) telah diberangkatkan terpisah pada 13 dan 17 Februari 2017.

Satu individu betina bernama Wanna, merupakan orangutan hasil repatriasi (pemulangan) dari Thailand pada 2006 yang saat diselundupkan ia masih bayi. Selama 11 tahun, Wanna dan menjalani proses rehabilitasi dan kini, di usianya yang ke-17 tahun, ia siap hidup bebas di hutan belantara, habitatnya.

�Target 2017 ini, Yayasan BOS bisa melepaskan 100 individu orangutan yang berasal dari pusat rehabilitasi, Nyaru Menteng dan Samboja Lestari (Kalimantan Timur), ke pulau pra-pelepasliaran atau hutan alami. Tahun ini kami tetapkan sebagai Tahun Kebebasan,� tegas Jamartin Sihite.

Sumber: mongabay.co.id



Berita Terkini

20 April 2017

Advertorial